Larangan Study Tour Dianggap sebagai Kebijakan Emosional

Larangan Study Tour Dianggap sebagai Kebijakan Emosional


Solo, CNN Indonesia

Pelaku usaha agen perjalanan wisata di Solo menyayangkan larangan study tour yang diterbitkan Dinas Pendidikan Jawa Tengah dan sejumlah provinsi lain beberapa hari terakhir.

Larangan tersebut bermunculan buntut kecelakaan maut rombongan SMK Lingga Kencana Depok di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.

Ketua Association of The Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Kota Solo, Mirza Ananda menilai larangan tersebut sebagai respons emosional dari Dinas Pendidikan. “Saya rasa ini kebijakan emosional tanpa dasar ya. Spontanitas,” kata Mirza saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (16/5).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecelakaan di Ciater disebabkan karena rombongan wisata dari sekolah tersebut menggunakan armada yang tidak laik jalan. Menurut Mirza peristiwa nahas tersebut bisa menimpa siapa saja. “Masalah utamanya kan bukan study tour-nya. Ini soal kelayakan armada,” ujarnya.

“Ini memang yang lagi apes sekolah yang sedang outing class. Bagaimana kalau yang apes rombongan lain? Apa mau dilarang juga,” lanjut Mirza.

Mirza menilai larangan tersebut tidak tepat sasaran. Seharusnya Dinas Perhubungan dan Kepolisian lebih tegas mengawasi bus yang beredar di jalanan.

“Kami melihat ini ada yang harus dievaluasi. Pertama Dinas Perhubungan dan Kepolisian. Ini kenapa mobil tahun 2023 tidak membayar KIR, tidak membayar pajak, oli tidak diganti satu tahun, tapi bisa merajalela di jalanan?” kata pemilik Batari Tour and Travel itu.

Di sisi lain, Mirza mengakui masih banyak sekolah yang menggunakan biro perjalanan wisata ilegal. Sesuai Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.85/HK.501/MKP/2010, biro perjalanan wisata harus terdaftar sebagai anggota Asita untuk mengantongi izin operasional dari Pemerintah,” katanya.

“Dinas pendidikan juga harus introspeksi. Apakah sistem yang digunakan untuk menentukan vendor apakah sudah benar? Itu juga harus dikritisi. Bukan substansi study tour-nya yang dilarang,” tuturnya.

Ia pun mengusulkan agar Dinas Pendidikan Provinsi Jateng bekerja sama dengan Asita Jateng untuk menetapkan standar pelaksanaan study tour di sekolah. Selain menyetarakan biaya study tour, standarisasi juga bisa menjaga kualitas layanan yang didapatkan para siswa.

“Kami kepenginnya Dinas Pendidikan bekerja sama dengan Asita. Kita buat MoU harga Jateng kita setarakan, fasilitas dan servis kita standarisasi,” ucapnya.

Standarisasi tersebut juga berguna untuk mengurangi penyimpangan anggaran yang rawan terjadi saat sekolah melaksanakan study tour. Ia mengakui di beberapa sekolah tidak semua biaya study tour bisa digunakan untuk perjalanan para siswa.

“Sekarang kan sekolah menetapkan biaya study tour, tapi yang benar-benar dijalankan berapa? Yang dihindari kan seperti itu,” katanya.

“Kalau ada standarisasi kan sudah beres, tidak ada permainan. Dan Asita berani menjamin untuk memberikan fasilitas dan standar yang sama,” tambahnya.

Sebelumnya, sejumlah provinsi di tanah air menetapkan larangan study tour untuk sekolah-sekolah di wilayahnya. Larangan tersebut marak setelah kecelakaan maut yang merenggut 11 nyawa dari rombongan wisata SMK Lingga Kencana Depok di Ciater, Subang Sabtu (11/5) lalu.

Larangan tersebut di antaranya diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Kuningan, Pangandaran, Cirebon, Depok, Bogor, Cimahi, Tangerang Selatan, dan Jawa Tengah. Untuk Provinsi Jawa Tengah, larangan tersebut tertuang dalam nota dinas nomor 421.7/00371/SEK/III/2024.

(syd/wiw)

[Gambas:Video CNN]