33 Persen Lansia di Indonesia Rentan Alami Dekubitus

33 Persen Lansia di Indonesia Rentan Alami Dekubitus

Daftar Isi



Jakarta, CNN Indonesia

Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Nida Rohmawati mengatakan, masyarakat lanjut usia (lansia) di Indonesia rentan terkena penyakit kulit berupa luka ulkus dekubitus.

“Rasio kejadian luka dekubitus di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 33 persen dari keseluruhan lansia yang ada saat ini,” kata Nida dalam acara Lifree, peluncuran popok dewasa yang digelar Unicharm Indonesia di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (29/5).

Ulkus dekubitus sendiri merupakan luka yang terjadi akibat tekanan di kulit karena posisi tubuh yang menetap dalam waktu lama. Luka biasanya muncul di tumit, siku, pinggul, dan punggung bagian bawah.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah lansia di Indonesia sendiri terbilang besar. Per 2023 saja, Nida menyebut ada sebanyak 28,9 juta lansia yang terdata di Kemenkes.

Dari jumlah tersebut, ada 8 provinsi dengan jumlah lansia terbanyak di Indonesia. Sebut saja DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Lampung.

“Dengan lansia paling tinggi jumlahnya itu ada di Yogyakarta, yakni sebanyak 16 persen dari total seluruh lansia yang ada di Indonesia,” katanya.

Faktor risiko dekubitus

Dokter spesialis kulit Rinadewi Atriningrum menjelaskan alasan kenapa banyak lansia di Indonesia rentan terkena dekubitus. Berikut beberapa alasan yang dipaparkan Rina.

1. Kurangnya perawatan

Kurangnya perawatan terhadap lansia dengan tingkat mobilitas sangat rendah jadi salah satu faktor penyebab. Menurunnya tingkat mobilitas pada lansia biasa terjadi karena stroke.

Misalnya, lansia yang terus-menerus terbaring di kasur karena sakit.

Masih banyak para caregiver yang tidak mengganti posisi duduk atau berbaring lansia. Hal ini membuat kulit jadi mudah terluka.

2. Tidak dilakukan perawatan kulit yang optimal




Ilustrasi. Lansia di Indonesia rentan terkena ulkus dekubitus. (stevepb/Pixabay)

Kulit lansia berbeda dengan kulit orang dewasa pada umumnya. Kulit mereka lebih tipis dan lebih dekat dengan struktur tulang karena jaringan lemak di daging juga semakin menipis.

Selain itu, kulit lansia juga lebih kering. Hal ini membuat kulit mereka mudah terluka, terutama jika berbaring atau duduk terlalu lama.

“Sering tergesek atau lembap, dan tidak disertai dengan perawatan kulit misal menggunakan pelembap khusus untuk mengurangi kulit kering, tidak terkena udara yang cukup ini bisa menyebabkan dekubitus,” katanya.

3. Tidak pakai kasur khusus dekubitus

Di Indonesia, jarang sekali lansia yang menggunakan kasur dekubitus. Kasur ini dirancang khusus untuk mencegah terjadinya dekubitus.

“Mungkin karena harganya mahal. Tapi kasur ini sebenarnya sangat penting karena bisa meminimalisir terjadinya dekubitus,” kata dia.

4. Edukasi yang kurang

Banyak caregiver atau keluarga yang menjaga lansia belum memahami pentingnya memindahkan atau menggeser posisi duduk dan tidur.

“Mereka merasa kasihan jika orang tua harus sering digeser dari tempat tidur, berganti posisi. Makanya malah dibiarkan. Padahal, justru ini yang berbahaya,” kata dia.

5. Tak ada pengaturan waktu berbaring

Usahakan agar posisi berbaring atau duduk menetap hanya sekitar 30 menit. Setelahnya, tubuh lansia harus digerakkan agar kulit tidak terlalu lama menahan beban dan bergesekan langsung dengan tulang yang berpotensi memicu luka dekubitus.

“Sayangnya banyak yang tidak tahu kalau para lansia ini harus sering dibolak balik dari tidurnya, harus sering diubah posisinya. Kebanyakan mungkin dalam satu hari hanya sekali digerakkan,” kata dia.

(tst/asr)

[Gambas:Video CNN]