Mycoplasma pneumoniae merupakan salah satu penyebab kenaikan kasus pneumonia di China. Namun, sebenarnya infeksi Mycoplasma pneumoniae tak lebih mematikan dari Covid-19.
Sejak Mei 2023, China mengalami wabah pneumonia dengan 3/4 kasus disebabkan oleh infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan, Mycoplasma memang jadi salah satu penyebab pneumonia paling umum di China.
“Jadi Mycoplasma itu bakteri, bukan virus dan merupakan penyebab umum infeksi pernapasan sebelum masa Covid-19. Penyakit pernapasan ini seperti penyakit paru, flu,” kata Imran dalam konferensi pers bersama Kemenkes, Rabu (29/11).
Berikut fakta Mycoplasma pneumoniae yang jadi salah satu penyebab kenaikan kasus pneumonia di China.
1. Bakteri
Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri dari genus Mycoplasma. Imran menjelaskan, patogen ini memiliki periode inkubasi cukup lama.
Mengutip dari Center for Disease and Prevention Control (CDC), inkubasi bakteri bisa berkisar 1-4 minggu. Hal ini membuat penyebarannya pun cukup lama. Patogen juga kerap dijuluki ‘walking pneumonia‘.
Bakteri bisa menginfeksi manusia akibat paparan droplet orang yang terinfeksi.
2. Anak banyak terdampak
Di China, kasus paling banyak dialami anak-anak, terutama pada perubahan musim. Kenapa anak-anak?
“Pada anak, saluran napas pendek. Jadi [bakteri penyebab] ISPA lebih mudah masuk ke jaringan paru karena ia pendek,” jelas Imran.
3. Peluang picu pandemi baru
Ilustrasi. Mycoplasma pneumonia bisa saja jadi pandemi baru meski kemungkinannya kecil. (iStock/AgFang)
|
Wabah pneumonia di China dikhawatirkan jadi pandemi baru setelah Covid-19. Imran sendiri tak menutup kemungkinan Mycoplasma pneumoniae jadi penyebab pandemi baru.
Hanya saja, ada beberapa alasan hal ini sulit terjadi. Salah satu pasalnya adalah masa inkubasi bakteri yang panjang. Hal ini membuat penyebarannya tak separah virus.
“Pandemi itu lebih sering disebabkan oleh patogen yang sifat virulensinya tinggi. Tidak menutup kemungkinan bisa jadi pandemi. Tapi dibanding virus, [penyebarannya] lebih cepat virus,” katanya.
4. Tidak lebih berbahaya dari Covid-19
Mycoplasma pneumoniae tak lebih berbahaya dari infeksi akibat SARS-CoV-2.
Imran mengatakan, morbiditas atau angka kesakitannya terbilang tinggi. Namun, mortalitas atau angka kematiannya tak setinggi Covid-19.
5. Perlu pengobatan
Bakteri berbeda dengan virus. Penyakit akibat virus cenderung bisa sembuh sendiri atau self limiting disease. Sementara penyakit akibat bakteri harus ditangani dengan antibiotik.
6. Lebih bahaya di kawasan tinggi polusi
Imran mengatakan, pneumonia akibat Mycoplasma berkaitan dengan polusi. Di daerah tinggi polusi, lanjut dia, paru jadi semakin sensitif. Sensitivitas paru bisa memicu masalah pernapasan lain seperti asma.
“Saluran pernapasan kita itu ada silia, itu adalah rambut halus yang fungsinya menangkap kotoran, debu, bakteri, virus. Kalau orang ini hidup di daerah yang polusi tinggi, silia akan cenderung rontok, sama seperti perokok,” jelasnya.
Dia berkata, kerontokan silia membuat jalur pernapasan tidak punya penyaring dan membuat patogen bebas masuk, termasuk Mycoplasma pneumoniae.
7. Pneumonia di Indonesia
Ilustrasi. Mayoritas kasus pneumonia di Indonesia bukan disebabkan oleh Mycoplasma. (iStockphoto/kwanchaichaiudom)
|
Mayoritas pneumonia di Indonesia bukan disebabkan Mycoplasma pneumoniae.
Indonesia mengadakan surveilans berupa Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI). Data dari kedua surveilans dikirim ke WHO.
Hasilnya, sepanjang 2022-2023, virus yang terdeteksi antara lain influenza (H1N1), influenza A (H3), influenza B (Victoria), dan influenza B yang belum bisa dimasukkan kategori mana pun.
Dari hasil tersebut, Kemenkes merilis Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor PM.03.01/C/4732/2023 tanggal 27 November 2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia.
(els/asr)
[Gambas:Video CNN]