Pria Bakal Punya Opsi KB Berbahan Gel, Tinggal Dioles ke Bahu

Pria Bakal Punya Opsi KB Berbahan Gel, Tinggal Dioles ke Bahu


Jakarta, CNN Indonesia

Pria bakal punya opsi lain kontrasepsi selain kondom. Sebuah uji coba klinis memperlihatkan efektivitas alat kontrasepsi pria berbentuk gel.

“Pengembangan metode kontrasepsi yang aman, sangat efektif, dan dapat digunakan untuk pria,” ujar penulis studi senior Diana Blithe dan Program Pengembangan Kontrasepsi di National Institutes of Health, melansir NBC News.

Hasil uji coba fase dua yang menggembirakan ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan Endocrine Society pada Minggu (2/6).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uji coba tersebut melibatkan 222 pria berusia 18-50 tahun. Mereka diminta mengoleskan 5 mililiter gel atau sekitar 1 sdt ke masing-masing tulang belikat satu kali sehari.

Setelah 12 minggu menggunakan gel setiap hari, 86 persen peserta uji coba mencapai penekanan sperma. Artinya, mereka hanya memiliki sekitar 1 juta sperma per mililiter air mani, jumlah yang dianggap efek untuk mencegah kehamilan.

Sebagai perbandingan, jumlah sperma normal tanpa alat kontrasepsi bisa berkisar antara 15 juta – 200 juta per mililiter air manis.

“Waktu yang lebih cepat dalam menekan jumlah sperma menjadi kabar yang menggembirakan, karena dibutuhkan waktu lama untuk mencapai tingkat sperma yang sama di masa lalu,” ujar Blithe.

Gel tersebut mengandung testosteron dan nestoron. Hasilnya, gel bekerja lebih cepat dan membutuhkan lebih sedikit testosteron.

Nestoron adalah sejenis hormon sintetis yang telah digunakan dalam alat kontrasepsi wanita. Menggabungkan nestoron dan testosteron dalam gel bisa membantu mencegah pria memproduksi sperma tanpa memengaruhi gairah seks atau memicu efek samping lainnya.

Untuk melacak efektivitas gel, para peneliti juga meminta peserta melakukan hubungan seks yang berkomitmen dengan pasangannya. Pasangan harus setuju menggunakan gel sebagai satu-satunya alat kontrasepsi dan melakukan hubungan seks setidaknya sebulan sekali selama setahun.

Sepanjang penelitian, jumlah sperma diuji secara berkala. Jika jumlah sperma tetap rendah, maka kemungkinan hamil akan semakin kecil.

(asr/asr)