Ramai Dibahas Warganet, Apa itu Asian Value dan Sejarahnya?

Daftar Isi



Jakarta, CNN Indonesia

Istilah Asian value tengah ramai dibicarakan publik berkat podcast Total Politik yang mengundang komika Pandji Pragiwaksono. Apa itu Asian value?

Dalam podcast, Pandji melontarkan pertanyaan soal dinasti politik pada dua host, Arie Putra dan Budi Adiputro.

Keduanya sepakat bahwa dinasti politik sah-sah saja. Arie berkata bahwa pendapatnya soal dinasti politik berdasarkan Asian Value.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebenarnya apa itu Asian Value?

Sebelum ke definisinya, pertama Anda perlu menilik kapan konsep ini muncul. Konsep Asian value kali pertama terdengar pada 1990-an.

Michael Barr, profesor hubungan internasional di Universitas Flinders, dalam sebuah makalah pada 2000 menyebut saat itu Barat sedang menikmati tingkat kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di bidang politik dan ekonomi.

“Negara ini baru saja memenangkan Perang Dingin, Eropa merupakan sebuah Uni dan pasar semakin berlipat ganda, tumbuh dan menjadi semakin terbuka,” tulis Barr seperti dilaporkan SCMP.

AS dan Eropa merespons situasi ini dengan “antusiasme yang tidak seperti biasanya” untuk mengekspor demokrasi dan hak asasi manusia ke seluruh dunia.

Sementara di belahan dunia lain, Asia-Pasifik memandang Barat secara berbeda. Mereka merayakan kohesi sosial dan keberhasilan ekonomi. Asia-Pasifik bangga bisa mencapai pertumbuhan tanpa “menderita akibat individualisme berlebihan”.

Barr menuliskan kombinasi kepercayaan diri Barat dan rasa insecure Asia mencapai puncaknya pada 1993. Ketika itu, serangkaian konferensi PBB tentang HAM bertepatan dengan ancaman Amerika untuk membatalkan status most favoured nation (MFN) gara-gara catatan HAM-nya yang buruk.

“Ketegasan baru negara-negara Barat terhadap HAM dianggap sebagai upaya munafik untuk menjaga Asia tetap tunduk pada Barat secara politik dan ekonomi,” imbuh Barr.

Keadaan ini menciptakan argumen-argumen Asian value.

Empat klaim Asian value




Ilustrasi. Ada empat klaim dari Asian value. (iStock/artisteer)

Apa itu Asian value? Hoon Chang Yau, profesor di Universiti Brunei Darussalam, dalam makalah pada 2004 menyebut ada usul bahwa inti dari budaya dan identitas Asia bermuara pada nilai-nilai konsensus, harmoni, persatuan dan komunitas.

Berdasar teori ini, ada empat klaim yang muncul yakni,

1. HAM tidak bersifat universal dan tidak dapat diglobalisasikan.

2. Masyarakat Asia tidak berpusat pada individu tapi pada keluarga.

3. Masyarakat Asia menempatkan hak-hak sosial dan ekonomi di atas hak-hak politik individu.

4. Adalah hak suatu negara untuk menentukan nasib sendiri mencakup yurisdiksi domestik pemerintah atas HAM.

Hoon berkata orang Asia memang secara alami mengutamakan kepentingan keluarga dan negara di atas kepentingan masing-masing individu.

Kemudian merujuk pada poin keempat, hal ini berarti “negara lain tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri suatu negara, termasuk kebijakan hak asasi manusianya.”

Indonesia anut Asian value

Berbagai negara Asia menganut Asian value termasuk Indonesia.

Pada 1993, Menteri Luar Negeri Ali Alatas memperingatkan bahwa “pendekatan individualistis” terhadap HAM dapat menyebabkan ketidakstabilan dan anarki di negara.

Dia pun menyerukan “pemahaman timbal balik atas tradisi dan nilai-nilai sosial.”

Negara tetangga, Singapura dan Malaysia, mengonstruksikan Asian value berdasar keyakinan bahwa HAM adalah bentuk “imperialisme budaya” terselubung. Mendiang Lee Kuan Yew dan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad berpendapat memajukan hak-hak sipil dapat menghambat kemajuan ekonomi dan sosial di negara mereka.

Di sisi lain, ada sejumlah pemimpin negara yang tidak sepenuhnya sepakat dengan Asian value seperti, mantan pemimpin Taiwan Lee Teng Hui dan Aung San Suu Kyi dari Myanmar.

Lee berpendapat Asian value yang dianut Lee Kuan Yew berakar pada sistem dinasti Tiongkok. Lee mengaku percaya pada demokrasi dan kebebasan, bukan pada sistem politik di mana “seluruh keluarga ikut campur dalam politik.”

Kemudian, apa Asian value masih relevan di masa kini?

Pengamat politik berkata argumen ini memang berhasil di beberapa dekade terakhir. Namun efektifitasnya berkurang sebab pemerintah menghadapi banyak masyarakat terpelajar yang terpapar ide-ide global.

(els/pua)

[Gambas:Video CNN]