Dianggap sebagai Aib dan Tularkan Penyakit

Dianggap sebagai Aib dan Tularkan Penyakit


Jakarta, CNN Indonesia

Perlakuan diskriminatif masih kerap dirasakan oleh para penderita vitiligo. Mulai dari sulit mendapatkan pekerjaan, dilihat sebagai aib, hingga kondisi mereka dianggap menular bagi orang lain.

Akses informasi di zaman kiwari memang begitu mudah. Namun, kemudahan memperoleh informasi tak serta merta membuat orang tahu tentang vitiligo.

Vitiligo adalah penyakit yang menyebabkan terbentuknya bercak-bercak putih pada kulit yang dapat terjadi pada segala usia. Tapi, umumnya, menyasar pengidap berusia di bawah 20 tahun.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyakit ini mulai dibicarakan di masyarakat berkat mendiang penyanyi Michael Jackson.

Jackson memiliki riwayat vitiligo semasa hidupnya. Kemudian tanggal kematiannya, 25 Juni, dirayakan sebagai World Vitiligo Day sejak 2011.

Komunitas Vitiligo Power Indonesia (Vitipower) menjadi salah satu saksi, betapa vitiligan, orang dengan kondisi vitiligo akrab dengan diskriminasi.

Itang Setiawan, salah satu pendiri Vitipower, berkata bahwa vitiligan sering diperlakukan berbeda.

Dia pernah menemukan seorang vitiligan yang terpaksa mengakhiri hubungan dengan kekasihnya karena tidak mendapat restu orang tua sang kekasih. Kondisi vitiligo dilihat sebagai aib.

Sementara Itang sendiri pernah kesulitan mendapat pekerjaan karena vitiligo.

“Saya pernah mengalami, pernah walk in interview, cuma gugur di tahap wawancara HR. Dia lihat jari aku. Kebetulan vitiligo di wajah [tidak terlihat karena] ditutup pakai makeup,” kata Itang saat berbincang dengan CNNIndonesia.com baru-baru ini.

Selain diskriminasi, vitiligan juga harus berhadapan dengan aneka stigma seputar vitiligo.

Umumnya, lanjut Itang, orang menganggap vitiligo itu menular. Padahal, vitiligo merupakan kondisi autoimun dan bukan penyakit menular.

Kemudian seringkali orang menganggap vitiligan nanti bisa seputih ras kaukasia alias bule. Sebenarnya, ini sama sekali tidak benar sebab tiap vitiligan bisa punya kondisi berbeda.

“Sebagian daerah di Indonesia ada yang meyakini bahwa vitiligo itu hasil pesugihan gagal,” ujar Itang disusul tawa.

Belum ada obat




Ilustrasi. Hingga kini belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan vitiligo. (iStockphoto)

Sementara itu, hingga kini belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan vitiligo. Namun ada saja anggapan bahwa sejumlah ramuan tradisional bisa diandalkan vitiligan.

Itang berkata ada yang menyarankan minum air liur macan, kuku sapi, bahkan ada anggota Vitipower yang disarankan makan daging cicak, tokek, atau biawak.

“Belum ada obat yang bisa menyembuhkan vitiligo. Sama kayak kondisi autoimun lain, [vitiligo] bisa dikendalikan sampai remisi, nah remisi itu satu keadaan di mana gejala autoimun enggak muncul lagi, [kulit] ada pigmentasi,” jelasnya.

Sebarkan kesadaran ke masyarakat

25 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Vitiligo Sedunia.

Vitipower melihat perayaan ini penting buat vitiligan atau orang dengan kondisi vitiligo dan masyarakat secara umum.

Buat masyarakat, Hari Vitiligo Sedunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan vitiligo sekaligus upaya menghapus stigma.

“Buat vitiligan, momen ini untuk menyebarkan kesadaran, untuk memberitahu bahwa hidup dengan vitiligo enggak semengerikan itu, lho. Bisa tetap produktif, jadi apa yang kita inginkan,” kata Itang.

Itang mengakui bahwa akses informasi di era digital memang begitu mudah. Namun kemudahan memperoleh informasi tak serta merta membuat orang tahu tentang vitiligo.

Buktinya ia yang rajin ‘bersuara’ tentang vitiligo dan pengalamannya sebagai vitiligan di media sosial masih mendapat pertanyaan ‘Wajahnya kenapa?’.

Di sisi lain, eksistensi Itang dan komunitas Vitipower juga ingin mengkomunikasikan pada vitiligan di luar sana bahwa mereka tidak sendirian.

(pua/pua)

[Gambas:Video CNN]