Shibuya Tokyo Kini Larang Orang Mabuk-mabukan di Jalan


Jakarta, CNN Indonesia

Shibuya, salah satu kawasan wisata paling populer di Tokyo, Jepang, mengambil langkah untuk mengekang perilaku buruk individu di ruang publik. Kini, di Shibuya dilarang meminum minuman beralkohol di jalan-jalan atau tempat umum.

Peraturan larangan minum alkohol di jalan atau tempat umum tersebut diharapkan mulai berlaku pada bulan Oktober 2024 di Shibuya dengan memberlakukan jam mulai pukul 6 sore sampai jam 5 pagi setiap hari.

Usia legal untuk meminum minuman beralkohol di Jepang adalah 20 tahun. Kota Shibuya, yang merupakan distrik dengan pemerintahan sendiri di Tokyo, dapat membuat peraturan daerahnya sendiri.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walikota Shibuya Ken Hasebe baru-baru ini mengatakan kepada media bahwa pihaknya meningkatkan patroli terkait perilaku buruk individu di tempat umum.

“Kami telah meningkatkan patroli dan upaya lain selama setahun terakhir, tapi ada orang yang berkata, ‘Peraturan mengatakan Anda boleh minum, bukan?’, kami ingin menyampaikan maksud dari distrik tersebut, termasuk saat patroli, kami lebih memilih masyarakat menikmati minuman mereka di dalam restoran,” kata Ken Hasebe, seperti dilansir CNN.

Kabar tentang larangan ini mungkin tidak mengejutkan bagi warga sekitar. Musim gugur yang lalu, Shibuya melarang aktivitas terkait Halloween di distrik tersebut, dan alkohol disebut-sebut sebagai alasan utama di balik pelarangan tersebut.

Hal ini termasuk larangan minum alkohol di luar bar dan restoran. Walikota Hasebe mengatakan bahwa bisnis lokal mendukung peraturan tersebut pada bulan Oktober 2023 dan berada di balik dorongan untuk menjadikan peraturan itu permanen.

“Kerusakan yang disebabkan oleh overtourism menjadi serius, mengakibatkan kerusakan properti akibat minum-minum di jalan, pertengkaran dengan penduduk setempat, dan membuang banyak kaleng dan botol kosong,” kata pemerintah kota dalam sebuah pernyataan pada Oktober lalu.

Shibuya adalah rumah bagi beberapa atraksi paling populer di ibu kota, termasuk Kuil Meiji, Taman Yoyogi, dan “Shibuya Crossing”, yang diyakini sebagai persimpangan tersibuk di dunia.

Jepang telah berjuang untuk mengatasi overtourism sejak dibuka kembali sepenuhnya pascapandemi. Lebih dari tiga juta pengunjung mengunjungi Negeri Matahari Terbit pada April dan Mei tahun ini. Tren ini kemungkinan akan terus berlanjut hingga musim panas.

Mendidik pengunjung tentang budaya lokal Jepang telah menjadi komponen besar dalam menghadapi masuknya wisatawan internasional.

Di kota bersejarah Kyoto, di mana geisha dan murid-muridnya (maiko) dapat ditemukan di sekitar gang-gang kuno, penduduk setempat telah mencoba mencari cara untuk mencegah orang asing melecehkan para perempuan tersebut saat mereka dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja.

Kantor pariwisata resmi Kyoto telah memasang poster dan membagikan pamflet tentang berbagai adat istiadat sosial di Jepang, mulai dari cara menggunakan toilet hingga cara memberi tip.

Nasihat ini juga berlaku bagi geisha, yaitu para pengunjung diminta untuk tidak menyentuh para wanita tersebut, mengenakan kimono mereka, atau mengambil foto mereka tanpa izin.

Penduduk lokal Gion juga telah mengambil beberapa tindakan, seperti memblokir gang-gang pribadi. Meskipun ada tindakan-tindakan tersebut, “geisha paparazzi” dan turis-turis pengganggu lainnya masih menimbulkan konflik antara pengunjung dan penduduk setempat.

(wiw)

[Gambas:Video CNN]